Pengertian Thalaq
Secara etimologi, kata thalaq berarti melepaskan
ikatan, baik ikatan inderawi seperti ikatan hewan pada tali( dikatakan dalam
bahasa arab, naaqathun thaliqah: unta telah terlepas ikatannya, hal ini
berarti menunjukkan terlepasnya unta dari ikatan) ataupun ikatan maknawi
seperti ikatan nama pada jasad atau ilmu pada pikiran sebagaimana perkataan
imam Malik : al-‘Ilmu shayyidun wa al-kitabatu qayyiduhu( ilmu itu
adalah buruan dan menulis adalah cara mengikatnya). Lebih
singkatnya istilah thalak diartikan dengan melepaskan atau meninggalkan.
Secara
terminologi thalak adalah melepaskan ikatan pernikahan dan mengakhiri hubungan
suami-istri. Adapun dalam istilah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsmani, secara
terperinci mengartikan thalak dengan artian pemutusan ikatan perkawinan melalui
ucapan, tulisan atau isyarat.
Tidak
diragukan lagi bahwa penjatuhan thalak adalah tindakan yang menghancurkan
bangunan keluarga. Terkadang itu terjadi pada awal perjalanan perkawinan saat
peletakan batu pada pondasi keluarga dan terkadang pula setelah kelahiran anak-anak. Meskipun perceraian itu merupakan
suatu tindakan yang menghancurkan bangunan keluarga, tetapi dalam ajaran Islam
kehancuran tersebut merupakan kehancuran yang diatur sedemikian rupa sehingga
dapat memelihara kondisi batu pada pondasi keluarga untuk selanjutnya
dipindahkan dari suatu tempat lain yang sesuai.
Perceraian
adalah kebutuhan manusia yang dituntut oleh fitrah manusia serta untuk
perbaikan social. Perceraian terjadi ketika pasutri memprediksi bahwa keduanya
akan hidup bahagia dan tentram, tetapi kemudian keduanya mengetahui bahwa
terjadi permasalahan keluarga yang tidak memungkinkan keduanya mempertahankan
hubungan perkawianan.
Adapun
hak untuk menjatuhkan thalak adalah suami. Ulama’ Fiqh sependapat bahwa suami
yang waras akalnya, dewasa dan yang bebas menentukan keinginanya yang hanya
dapat menjatuhkan keputusan cerai. Keputusan penjatuhan thalak merupakan hak
suami dikarenakan dia yang berminat melangsungkan perkawinan, dialah yang
berkewajiban memberi
nafkah, dia pula yang wajib membayar maskawin, mut’ah, nafkah dalam iddah.
Karena itulah maka kaum perempuan tidak diberi hak untuk menjatuhkan thalaq.
Walaupun demian istri dapat melepaskan ikatan perkawinannya dengan bentuk lain
selain thalaq yakni dengan khulu’.
Dasar Hukum Thalaq
Adapun
asal hukum thalak adalah makruh, karena hal itu menghilangkan kemaslahatan
perkawinan dan mengakibatkan keretakan keluarga. Rasullah bersabda:
أبغض
الحلا ل إلى الله الطلاق
Artinya: “Sesuatu
yang halal yang sangat dibenci Allah adalah perceraian” (HR. Abu Daud, Ibnu
Majah, al-Baihaqi, al-Hakimdan Sejumlah perawi lainnya dari Abdullah bin Umar).
Hadist ini diriwayatkan dengan sanad marfu’ yaitu sanadnya bersambung hingga
Nabi dan diriwayatkan dengan sanad yang Mursal (terdapat perawi yang tidak
disebutkan).
Dalam hadist
lain disebutkan:
لعن
الله كل ذواق مطلا ق
Artinya: “Allah
mengutuk orang yang suka mencoba-coba dan suka bercerai”
Setidaknya
dari dua dasar di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya thalak adalah sesuatu
hal yang memang harus dihindari. Adanya penegasan kehalalan penjatuhan thalak digunakan
apabila memang perkawinan sudah tidak mungkin untuk dilanjutkan, karena adanya sesuatu yang
mengakibatkan ketidak
sersian diantara suami istri.
Hukum Penjatuhan Thalak Serta
Alasan-Alasan Perceraian
Ulama’
Hanabilah (penganut madzhab Hanbali) berpendapat bahwa hukum thalak dapat
berubah-rubah sesuai dengan kondisi. Thalak terkadang dapat dihukumi wajib,
haram, mubah dan adakalanya sunnah. Mereka memperinci hukum cerai sebagai
berikut:
Thalak wajib, misalnya adanya perselisihan antara
suami-istri yang sudah tidak dapat lagi untuk didamaikan, dan keduanya
memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan
mereka.
Adapun
thalak yang diharamkan, yaitu cerai yang tidak diperlukan, tanpa adanya alasan
yang dapat diterima secara dalil naqli maupun aqli. thalak ini dihukumi haram
karena akan merugikan suami dan istri dan yang pastinya tidak memberikan
manfaat sedikitpun.
Thalak
mubah terjadi hanya terjadi apabila diperlukan, misalnya karena kelakuan istri
sangat jelek, pergaulannya jelek, atau tidak dapat diharapkan adanya kebaikan
dari pihak istri.
Thalak
Sunnah, yaitu cerai yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan dalam
melanggar perintah-perintah Allah, misalnya meninggalkan shalat atau
kelakuannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi, atau istri sudah tidak menjaga
kehormatan
dirinya.
Rukun dan
Syarat Thalak
Rukun thalak ialah unsure pokok yang harus ada dalam thalak dan terwujudnya
tolak tergantung adanya dan lengkapnya unsur-unsur tersebut. Rukun thalak ada
empat, yaitu :
·
Suami yaitu
seorang laki-laki yang terikat pernikahan dengan perempuan yang ditolaknya.
Oleh karena itu selain suami tidak berhak menjatuhkan thalak dan thalak itu
terjadi setelah perkawinan yang sah, karena sifatnya adalah menghilangkan
ikatan perkawinan. Sebagaimana Abu Ya’la dan Al-Hakim meriwayatkan hadis
dariJabir bahwa rasululloh saw bersabda :لاطلاقاالا
بعد نكاح ولا عتق الا بعد ملك “tidak ada
thalak kecuali setelah ada perkawinan dantidak ada pemerdekaan kecuali setelah
ada kepemilikan”. Untuk sahnya thalak sumi yang menjatuhkan thalak disyaratkan
berakal, balig, dan atas kemauan sendiri.
·
Istri yaitu
orang yang terikat dengan suami dengan ikatan perkawinan yang sah dan berada
dibawah perlindungan suami. Supaya sah thalak, istri yang dithalak disyaratkan
masih berada dalam perlindungan dan kekuasaan suami, dan kedudukan istri yang dithalak
harus berdasarkan akad perkawinan yang sah.
·
Sighat thalak
yaitu kata-kata thalak yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang menunjukkan kata-kata
thalak, baik itu sharih atau kinayah, baik berupa ucapan/lisan, tulisan,
isyarat bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.
·
Qoshdu (sengaja) yaitu bahwa dengan ucapan thalak itu memang
dimaksud oleh yang mengucapkan untuk thalak, bukan untuk maksud lain.
Tegnologi Komunikasi SMS
Tegnologi informasi
merupakan hasil karya
manusia terhadap penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima
sehingga informasi tersebut lebih cepat, lebih
luas sebarannya dan lebih lama penyimpanannya. Salah satu tegnologi informasi
adalah tegnologi komunikasi Short message service disingkat
dengan SMS, merupakan pesan singkat berupa teks yang dikirim dan diterima antar
sesama pengguna telpon, pada awalnya pesan ini digunakan antar telpon genggam,
namun dengan berkembangannya teknologi, pesan tersebut bisa dilakukan melalui
komputer ataupun telpon rumah.
Dengan
Short Message Service (SMS), pengguna hp GSM dapat mengirim dan menerima berita / message
singkat (biasanya sampai dengan 160 karakter). Teks dapat
berupa kata atau nomor atau kombinasi alphanumeric. SMS diciptakan sebagai
bagian dari standart GSM Phase 1. Short message pertama yang dikirimkan adalah
pada bulan Desember 1992 dari sebuah Personal Computer (PC) ke sebuah hp pada
network Vodafone GSM di Inggris. Kalau short message ini dilakukan dengan huruf
latin maka 160 karakter yang dapat dikirim, apabila non-latin seperti huruf
Arab atau Cina jumlah karakter adalah 70.
Cara kerja
SMS. Seluruh operator GSM network mempunyai Message Centre, yang bertanggung
jawab terhadap pengoperasian atau manejemen dari beberapa berita yang ada. Bila
seseorang mengirim berita kepada orang lain dengan hpnya, maka berita ini harus
melewati Message Centre dari operator network tersebut, dan MC ini dengan
segera dapat menemukan sipenerima berita tersebut. MC ini menambah berita
tersebut dengan tanggal, waktu dan nomor dari si pengirim berita dan mengirim
berita tersebut kepada si penerima berita. Apabila hp penerima sedang tidak
aktif, maka MC akan menyimpan berita tersebut dan akan segera mengirimnya
apabila hp penerima terhubung dengan network atau aktif
Hukum
Penjatuhan Thalak Melalui sms
Tidak dapat dihindari bahwa teknologi informasi dan
media komunikasi semakin hari bertambah maju dan arus budayanya semakin deras
yang menurut futurolog kondang John Naisbitt dalam bukunya High Tech, High
Touch; Technology and Our Search for Meaning (1999) semakin menggiring
masyarakat ke “zona mabuk teknologi”. Salah satunya adalah fenomena penggunaan
beragam dari Short Message Service (SMS), yaitu pesan singkat berupa teks
melalui telepon seluler merupakan gejala kontemporer dari perkembangan
teknologi komunikasi dan seluler yang digandrungi sekitar 15 milyar penduduk
dunia menurut The Straits Times. Hal itu memang tidak jarang menimbulkan
masalah yang kontroversial termasuk masalah cerai dari sudut kacamata agama
maupun etika.
Kontroversi cerai via
SMS tersebut di Indonesia
memang belum begitu populer, bahkan dari kalangan feminis dan lembaga-lembaga
kewanitaaan pun belum kita dengar pandangan mereka tentang hal ini. Kontroversi
ini bermula dari ulah seorang pria di Dubai Uni Emirat Arab yang tega
menceraikan istrinya melalui pesan SMS karena kesal dengan lambatnya sang istri
yang bunyinya. “Kamu saya ceraikan karena lambat!” Masalah tersebut akhirnya
dibawa ke pengadilan dan diputuskan cerai (jatuh talak). Alasannya, menurut
Kepala Bagian Talak-Rujuk di Pengadilan Dubai, Abdus Salam Darwish bahwa
pengirim SMS terbukti memang suami yang sungguh-sungguh ingin menceraikan sang
istrinya.
Sebelum membahas secara mendalam perlu dijelaskan tentang
thalak. Sebagai sebuah hukum, lafaz thalaq yang digunakan oleh
seorang suami untuk memutuskan hubungan suami isteri bisa digunakan dalam
berbagai bahasa, baik bahasa Arab atau dengan bahasa asing yang sesuai dengan
daerah tertentu dan bisa juga dengan berbagai cara termasuk melalui lafaz,
menulis atau isyarat.hal ini telah disepakati oleh mazhab yang
empat
Di dalam kitab fiqh mazhab Syafi’i, membahas permaslahan
thalaq melalui surat atau tulisan. Menurut hemat penulis, permasalahan ini bila
kita kaji akan menemukan titik temu dengan permasalahan thalaq melalui sms. Di
sana diungkapkan: “ jika seorang suami menulis, “ jika datang surat ceraiku
kepadamu maka kamu aku thalaq”, maka jika benar isteri telah menerima surat itu
maka ia kena thalaq. Dan jika dia menulis “jika kamu membaca suratku maka kamu
akau cerai.” jika sang isteri membacanya maka tercerailah
isterinya. Adapaun jika isterinya itu adalah orang
yang buta huruf sehingga tidak dapat membaca maka tercerailah sang isteri
walaupun orang lain yang membacanya. Adapun jika sang isteri dapat membaca
namun ia belum membacanya maka tidak jatuh thalaq kalau orang lain yang
membacakan kepadanya menurut pendapat yang kuat.”
Maka jika telah sampai surat kepada isteri maka ia terthalaq
jika memang benar itu surat thalaq. Adapaun jika surat itu hilang seluruhnya
karena kelalaian pengiriman maka tidak jatuh thalaq kepada istri, ini
jika dia mensyaratkan jatuh thalaq jika telah dibaca atau sampai surat
di dalam suratnya. Adapaun jika hilang sebahagian dan tersisa sebahagian yang
lain jika mampu dibaca bagian tersisa itu dan memang tersirat makna thalaq
maka sang isteri terthalaq.
Adapun jika sang suami mendikte lafaz thalaq kepada
orang lain untuk disampaikan kepada istrinya maka tidak ada bedanya juga dengan
menulis. Keduanya dapat menceraikan istri. Ini jika lafaz yang digunakan adalah
lafaz sharih. Adapaun jika sang suami mendekte atau menulis dengan lafaz
kinayah maka tidak jatuh thalaq ketika itu. Hal ini sebagaimana tercantum dalam kitab Muhazzab.
Karena terjadinya sesuatu yang kinayah atas hal kinayah maka
tidak membuat thalaq itu jatuh. Dalam hal ini, pendektean dan penulisan
di atas kertas adalah kinayah maka tidak boleh diiringi dengan kinayah
pada lafaz thalaq.
Namun menurut pendapat yang kuat, jika ditulis dengan lafaz kinayah maka
thalaqnya tetap sah asalkan ia memang berniat dan melafazkan niatnya.
Jadi jika ia menulis surat dengan lafaz kinayah maka secara mutlak harus
berniat. Jika dia menggunakan lafaz kinayah maka harus diteliti kembali
kebenaran niatnya itu. Dan jika tidak mungkin untuk mengetahui niat sang suami
karena meninggal atau suaminya hilang maka ia tidak dianggap terkena thalaq
ketika itu. Karena asalnya dia masih sebagai isteri dan dia dikembalaikan
kepada hukum asal. Adapaun
jika sang suami mengatakan bahwa jika sampai kepadamu setengah dari surat
ceraiku maka kamu aku cerai maka jika sampai kepadanya seluruh suratnya dan ia
membaca secara keseluruhan tetap jatuh cerai terhadap isteri.
Adapun jika sang suami mengingkari adanya surat cerai
terhadap isterinya dengan bersumpah bahwa ia tidak mengirimnya maka dalam hal
ini sumpah seorang suami yang mengatakan bahwa di tidak menulis surat cerai itu
diterima. Adapun jika ada fakta yang menyatakan bahwa si suamilah yang menulis
surat itu dengan tanda tanda yang dapat diteliti maka walaupun dia telah
bersumpah tidak menulisnya maka sumpahnya tidak diterima. Jika seorang isteri
menerima seluruh surat cerai dari suami maka dia harus membaca keseluruha
seluruh surat itu. Jika hanya sedikit saja yang dibaca tidak dianggap sah
kecuali jika ia memang sudah benar benar memahami maksud surat itu.
Di dalam mazhab Hanafi disebutkan bahwa tulisan di dalam
menulis surat cerai itu ada dua bagian. Ada mustabayyinah yaitu yang
jelas tulisannya seperti di atas kertas atau dinding dan ada yang ghairu
mustabayyinah seperti tulisan di atas air. yang jenis ghairu
mustabayyinah ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang dapat menjatuhkan
hubungan suami isteri. Sedangkan yang mustabayyinah terbagi kepada
dua.1. Marsuumah (yaitu yang jelas alamat dan ungkapan serta tujuan
surat itu, maka ini tergolong kepada thalaq sharih. Dan ada juga yang ghairu
marsumah. Yaitu hanya berbentuk tulisan saja namun tidak diajukan kepada
isterinya. Maka ini dianggap sebagai lafaz kinayah. Tidak dianggap thalaq
kecuali dia berniat untuk menceraikan isterinya. Adapun jika thalaq yang
dilakukan melalui wakil atau seorang utusan maka menurut mazhab Hanafi hal ini
sama juga sebagaimana melalui surat. Karena ketika itu seorang wakil berada
pada posisi suami.
Sedangkan thalaq melalui isyarat juga dianggap
dapat menjatuhkan hubungan suami isteri. Namun disyaratkan hal ini hanya
dikakukan jika sang suami lemah dalam melafazkannya dengan ucapan. Adapun ulama
Hanafiyah mensyaratkan jika seorang yang buta maka sebaiknya dengan menulis.
Adapun jika orang yang sempurna fisiknya maka tidak sah thalaqnya
melalui isyarat.
Kesimpulannya status hukum cerai melalui sms adalah sah.
Hal ini jika kita menqiyaskan( membandingkan) dengan hukum cerai melalui
surat. Dan keabsahan hukum ini adalah telah disepakati oleh para ulama mazhab
yang empat. Adapun aspek dan tinjauan pengesahan hukum ini ialah sama persisnya
dengan tinjaun dalam penggunaan surat. Karena dalam hal ini penggunaan surat
itu sama dengan sms. Hanya sistim yang ada pada sms jauh lebih
canggih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar